Operasi ini dinamai Pillar of Claud (amud sahab). Istilah yang diambil dari Taurat terkait tersesatnya Yahudi di gurun Sinai selama 40 tahun di jaman Nabi Musa. Secara majazi maknanya adalah “hukuman langit” karena tersesat dan tidak yakin yang dimiliki oleh yahudi. Kelompok perlawanan menamakan perang kali dengan “hijaratusijjil” (batu dari neraka sijjil) yang memiliki tekanan makna agama yang jelas bagi kelompok perlawanan Palestina.
Target Israel dalam operasi ini adalah:
- Mengembalikan reputasi, wibawa dan kekuatan Israel yang sudah hilang di hadapan perlawanan Palestina
- Mentarget sejumlah tokoh perlawanan Palestina di lapangan dan penghancuran rumah mereka.
- Menghancurkan pangkalan peluncuran roket perlawanan dan gudang senjata mereka.
- Menghabisi infrastruktur militer perlawanan.
- Mengamankan gencatan senjata dengan Hamas.
- Israel ingin mengetahui bahwa tidak ada Negara Arab yang siap menghadapinya dan ia masih menjadi Negara terkut di kawasan, meski ada revolusi Arab.
Dengan operasi militer udara, laut dan darat Israel ingin mengubah situasi di Gaza untuk menciptakan dua kemungkinan:
- Tekanan militer ini akan mampu melemahkan kekuasaan Hamas.
- Hamas mau menerima syarat-syarat Israel dalam gencatan senjata dan membiarkan Israel melakukan operasi militer dan pembunuhan semaunya.
Namun di lapangan, dari konfrontasi dengan kelompok perlawanan Palestina, Israel sadar bahwa kelompok perlawanan berbeda dengan 10 tahun lalu. Jika berani melakukan operasi darat, Israel harus menerima kenyataan menjadi mangsa bom ranjau di jalan-jalan dan rumah-rumah Palestina.
Yang mengejutkan Israel sebelum operasi besar digelar, pemukiman yahudi dihujani roket perlawanan Palestina sampai menembus Tel Aviv dan Jerusalem.
Biasanya perang dimulai dari konfrontasi dan diakhiri dengan pengahncuran dan pembantaian. Perang Israel ke Gaza kali ini berbeda. Diawali dengan penghancuran kemudian perang (agresi). Ini tidak mengagetkan. Sebab Israel memiliki strategi baru yang ingin menyampaikan pesan kepada semua pihak: jika kami mengalami serangan, maka politik kami adalah membalas dengan gila. Ini yang direalisasikan Israel.
Jika permukiman yahudi diserang roket Palestina, Israel akan membalas agresi udara yang menghancurkan perkampungan seluruhnya atau rentetan serangan ke pabrik-pabrik. Balasan gila Israel ini diharapkan oleh Israel sendiri bisa memaksa Palestina untuk berfikir panjang jika menghadapi Israel. Israel seakan ingin masih dianggap sebagai kekuatan tak tertandingi.
Sangat kentara Israel ingin operasinya kali ini bisa menghabisi roket perlawanan Palestina. Namun buktinya, selama tiga hari serangan roket terus menghujani Israel. Dan ternyata Israel harus belajar yang lain karena menemukan roket Palestina jangkauannya lebih jauh dari sebelumnya dan dengan pengaruh lebih dahsyat.
Pertanyaannya, kenapa Israel tidak memilih menggunakan operasi darat besar-besaran? Israel khawatir akan merasakan kerugian besar. Israel sudah pernah merasakan kehancuran kendaraan militer dan tanknya saat menghadapi kelompok perlawanan, disamping kerugian nyawa di barisan serdadunya.
Pelajaran paling penting dalam agresi Israel ke Jalur Gaza bahwa kelompok pejuang perlawanan dan roketnya tidak akan bisa menghabisi serdadu Israel namun pada saat yang sama pasukan penyerang (israel) tidak akan diberikan kesempatan untuk mewujudkan targetnya. Pada saat sebuah pasukan militer tidak bisa melakukan itu maka itulah kekalahan. Itu pula yang terjadi pada saat operasi Cast Lade dan kini berubah di Pillar of Claud saat menghadapi Hijaratus sijjil.
0 komentar:
Posting Komentar