Keterlibatan
Mossad (dinas rahasia luar negeri Israel) dalam serangan 11 September 2001 yang
meruntuhkan menara kembar World Trade Center di Kota New York, Amerika Serikat,
kian terbuka. Insiden itu menewaskan sedikitnya 2.970 orang.
Menurut
sebuah artikel dilansir mingguan the American Free Press tiga tahun lalu,
sepupu dari pembajak pesawat dalam serangan 11 September 2001, Ziad al-Jarrah,
merupakan agen Mossad.
Surat
kabar the New York Times pun menyebutkan sepupu Ziad, Ali al-Jarrah, yang
berkebangsaan Libanon telah bekerja dengan Mossad selama dua dekade. Ali
mengakui tugasnya memata-matai kelompok-kelompok pejuang Palestina dan
Hizbullah di Libanon sejak 1983.
“Salah
satu sepupu Ziad, Ali al-Jarrah, merupakan satu dari 19 pembajak yang melakukan
serangan 11 September 2001,” tulis koran itu. Ziad lebih tua 20 tahun ketimbang
Ali. Mereka berupaya menutupi kalau saling mengenal untuk menutupi penyamaran
Ali.
Fakta
ini memunculkan dugaan Mossad memang sengaja merekrut para pelaku serangan 11
September 2001 dari kalangan muslim. Keterlibatan Mossad, menurut the New York
Times, dapat dilihat dari lima warga Israel yang menari dan bersorak kegirangan
saat menyaksikan tragedi itu. Kelima orang itu sempat ditahan 71 hari sebelum
dibebaskan secara rahasia lantaran mereka agen Mossad.
Mengutip
dua mantan agen intelijen Amerika CIA, majalah Forward melaporkan setidaknya
dua dari lima orang Israel itu adalah anggota pengintai dari Mossad. “Tidak ada
pemeriksaan tapi (perintah penghentian penyelidikan) datang dari Gedung Putih,”
tulis mingguan itu.
Bekas
Perdana Menteri Italia Francesco Cossiga pernah menyatakan keheranannya
lantaran tidak ada satu pun dari 3.000 orang Israel yang bekerja di sana masuk
pada hari kejadian. Komentarnya itu diperkuat oleh pelbagai laporan yang
menyebutkan dua jam sebelum serangan, Odigo, perusahaan telekomunikasi Israel,
menerima peringatan melalui pesan pendek.
Lantas
Odigo meneruskan pesan itu kepada seluruh warga Israel yang bekerja di menara
kembar WTC untuk tidak masuk. Kantor pusat Odigo hanya dua blok dari lokasi
kejadian.
Mossad
juga diyakini terlibat pengeboman pertama menara kembar WTC pada 1993. Pada 3
Agustus tahun itu, reporter investigasi Robert I Friedman menulis dalam The
Village Voice bahwa Ahmad Ajaj, 27 tahun, merupakan agen Mossad. Pria asal Tepi
Barat itu didakwa merencanakan pengeboman itu.
Ia
ditangkap bersama Ramzi Ahmad Yusuf di Bandar Udara John Fitzgerald Kennedy,
New York, 1 September 1992 setelah terbang dari Peshawar, Pakistan. Ajaj
membawa paspor palsu Swedia dan buku cara merakit bom. Ia divonis enam bulan
pada hari serangan, 26 Februari 1993.
Ramzi,
salah satu tokoh kuci pada pengeboman pertama WTC, merupakan keponakan Syekh
Muhammad yang dipercayai pemerintah Amerika sebagai dalang serangan 11
September 2001. Jauh sebelum insiden itu terjadi, banyak tokoh Islam meyakini
Ramzi dan Syekh Muhammad bekerja bagi Mossad.
Menurut
Firedman, Ajaj direkrut Mossad saat ditahan di Israel lantaran memalsukan dolar
Amerika. “Selama dipenjara, Mossad merekrut dia, kata sumber-sumber intelijen
Israel,” tulis Friedman. Ia hanya menjalani hukuman setahun dari vonis dua
tahun penjara.
Israel
berusaha menampilkan Ajaj sebagai pejuang garis keras Palestina. Tentara Israel
menangkap kembali dia dengan tudingan menyelundupkan senjata ke Tepi Barat buat
Fatah. Ia lantas dideportasi. Semua ini memang sudah diatur. Mossad menugaskan
Ajjaj menyusup ke kelompok-kelompok pejuang Palestina dan Hizbullah di luar
negeri.
Meski
Badan Penyelidik Pusat Amerika (FBI) menyatakan Ajaj sebagai teroris intifadah
senior dan terkait kelompok Hamas, Kol Ha’ir menyatakan ia tidak pernah terlibat
dalam intifadah. Apalagi menjadi anggota Hamas atau aktif di Organisasi
Pembebasan Palestina (PLO). Menurut majalah berbahasa Ibrani paling disegani
itu, Ajaj hanyalah penjahat biasa.
0 komentar:
Posting Komentar