FULL VERSION GAMES

Jumat, 30 Juli 2010

Indonesia Akan Terpecah Belah di 2015 ??

Djuyoto Memprediksi Tahun 2015 Indonesia Pecah. Beragam reaksi dan tanggapan muncul ketika wacana tentang masa depan Indonesia, yang juga dijadikan judul buku oleh Djuyoto Suntani, itu muncul dalam acara Dialog Kebangsaan berjudul Indonesia: Kemarin, Kini dan Esok sekaligus peluncuran buku tersebut. Komentar bernada pesimis, optimis, hingga rasa tidak percaya silih berganti diberikan oleh berbagai pihak yang hadir di Gedung Aneka Bhakti Departemen Sosial kemarin. Mungkinkah Indonesia benar-benar akan ‘pecah’ pada tahun 2015?

Djuyoto Suntani, sang penulis buku, menyatakan dalam bukunya paling tidak ada tujuh faktor utama yang akan menyebabkan Indonesia “pecah” menjadi 17 kepingan negeri-negeri kecil di tahun 2015. Kepingan negeri-negeri kecil itu sendiri menurutnya didirikan berdasarkan atas:

Kepentingan rimordial (kesamaan etnis),

  • Ikatan ekonomis (kepentingan bisnis),
  • Ikatan kultur (kesamaan budaya),
  • Ikatan ideologis (kepentingan politik), dan
  • Ikatan regilius (membangun negara berdasar agama).

Penyebab pertama adalah siklus tujuh abad atau 70 tahun. Dalam bukunya ia menuliskan;

“Seperti kita ketahui, semua yang terjadi di alam ini mengikuti suatu siklus tertentu. Eksistensi suatu bangsa dan negara juga termasuk dalam suatu siklus yang berjalan sesuai dengan ketentuan hukum alam. Dia mengambil contoh Kerajaan Sriwijaya yang berkuasa pada abad 6-7 M di mana waktu itu rakyat di kawasan Nusantara bersatu di bawah kepemimpinannya. Memasuki usia ke-70 tahun kerajaan itu mulai buyar dan muncul banyak kerajaan kecil yang mandiri berdaulat. Alhasil, di awal abad ke-9 nama Kerajaan Sriwijaya hanya tinggal sejarah. Tujuh abad kemudian (abad 13-14 M) lahir Kerajaan Majapahit di Trowulan, Jawa Timur sekarang. Kerajaan besar itu berhasil menyatukan kembali penduduk Nusantara. Namun, kerajaan ini pun bernasib sama dengan Sriwijaya. Memasuki usia ke-70 pengaruhnya mulai hilang dan bermunculanlah kerajaan-kerajaan kecil di Nusantara. Nama Majapahit pun hilang ditelan bumi. Tujuh abad pasca-jatuhnya Majapahit, di tahun 1945 (abad 20) rakyat Nusantara kembali bersatu dalam suatu ikatan negara bangsa bernama Republik Indonesia (abad 20-21). Tahun 2015 akan bertepatan RI merayakan HUT-nya yang ke-70″.

Dia pun menyatakan,

“Selama ini saya selalu optimis, tapi melihat perkembangan di lapangan, apa yang terjadi pada sesama anak bangsa, sungguh mengenaskan. Irama perpolitikan nasional dewasa ini mengisyaratkan hitungan siklus bersatu dan bubar dalam tujuh abad, 70 tahun tampaknya kembali terulang. Berbagai fenomena alam yang menguat ke arah bukti kebenaran siklus sudah banyak kita saksikan. Pertengkaran sesama anak bangsa, terutama elite politik, tidak kunjung selesai, tulis Djuyoto. Penyebab kedua, Indonesia telah kehilangan figur pemersatu bangsa. Setelah Ir Soekarno dan HM Soeharto, tidak ada tokoh nasional yang benar-benar bisa mempersatukan bangsa ini. Masing-masing anak bangsa selalu merasa paling hebat, paling mampu, paling pintar, dan paling benar sendiri. Para tokoh nasional yang memimpin negeri ini belum menunjukkan berbagai sosok negarawan karena dalam memimpin lebih mengutamakan kepentingan politik golongan/kelompok daripada kepentingan bangsa (rakyat) secara luas. Kehilangan figur tokoh pemersatu adalah ancaman paling signifikan yang membawa negeri ini ke jurang perpecahan”. Katanya tegas.

Pertengkaran sesama anak bangsa yang sama-sama merasa jago dan hebat, masing-masing punya kendaraan partai, punya jaringan internasional, punya dana/uang mandiri, punya akses, merasa punya kemampuan jadi Presiden; merupakan penyebab ketiga Indonesia akan pecah berkeping-keping menjadi negara-negara kecil. Masing-masing tokoh ingin menjadi nomor satu di suatu negara. Fenomena ini sudah menguat sejak era reformasi yang dimulai dengan diterapkannya UU Otonomi Daerah.

Salah satu penyebab Indonesia akan pecah di tahun 2015 karena adanya konspirasi global. Ada grand strategy global untuk menghancurkankeutuhan Indonesia. Ada skenario tingkat tinggi yang ingin menghancurkan Indonesia atau bahkan menghilangkan nama Indonesia sebagai negara bangsa, tegasnya. Konspirasi global ini, Djuyoto Suntani melihat, terus bergerak dan bekerja secara cerdas dengan menggunakan kekuatan canggih melalui penetrasi budaya, penyesatan opini, arus investasi, berbagai tema kampanye indah seperti demokratisasi, hak asasi manusia, kesetaraan gender, modernisasi, kebebasan pers, kemakmuran, kesejahteraan, sampai pada mimpi-mimpi indah lewat bisnis obat-obatan terlarang dengan segmen generasi muda.

Penyebab utama kelima Indonesia akan”‘pecah” dalam penilaiannya adalah faktor nama. Apa yang salah dengan nama? Ternyata, nama Indonesia sesungguhnya berasal dari warisan kolonial Belanda yakni East-India atau India Timur alias Hindia Belanda. Kalangan tokoh politik Belanda tingkat atas malah sering menyebut Indonesia dengan singkatan: In-corporate Do/e-Netherland in-Asia atau kalau diartikan secara bebas nama Indonesia sama dengan singkatan Perusahaan Belanda yang berada di Asia. Pemberian nama Indonesia oleh Belanda memang memiliki agenda politik tersembunyi sebab Belanda tidak rela Indonesia menjadi bangsa dan negara yang besar. Nama orisinil kawasan negeri ini yang benar adalah Nusantara, yang berasal dari kata Bahasa Sansekerta Nusa (pulau) dan Antara. Artinya, negara yang terletak di antara pulau-pulau terbesar dan terbanyak di dunia sebab negara kita merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Bila para anak bangsa tahun 2015 mampu menyelamatkan keutuhan negeri ini sebagai satu bangsa, salah satu opsi adalah dengan penggantian nama dari Indonesia menjadi Nusantara. Nama Nusantara lebih relevan, orisinil, berasal dari jiwa bumi sendiri dan lebih membawa keberuntungan, pesan Djuyoto. Namun, karena perpecahan sudah di ujung tanduk, salah satu agenda dalam membangun komitmen baru sebagai bangsa dalam pandangannya adalah dengan cara (perlu direnungkan) mengganti nama Indonesia menjadi Nusantara. Karena, nama memiliki arti serta memberi berkah tersendiri. Tidak hanya nama Indonesia yang bisa menjadi penyebab negeri ini pecah, nama Jakarta pun ternyata ikut berpengaruh terhadap keutuhan republik ini.

Nama Jakarta, Djuyoto mengungkapkan, memiliki konotasi negatif bagi sebagian besar masyarakat. Bila kita ingin menyelamatkan Indonesia dari ancaman perpecahan serta punya komitmen bersama untuk membawa negara ini menjadi negara besar yang dihormati dunia internasional, maka nama ibukota negara seyogianya dikembalikan kepada nama awalnya yaitu Jayakarta. Nama Jayakarta lebih tepat sebagai roh spirit Ke-Jaya-an Ibukota negara daripada nama Jakarta, sarannya.

Penyebab terakhir pecahnya Indonesia adalah gonjang ganjing pemilihan Presiden tahun 2014. Dia menyatakan dalam Pilpres 2009 bisa saja sejumlah tokoh yang kalah masih mampu mengendalikan diri tapi gejolak massa akar rumput yang berasal dari massa pendukung tidak mau menerima kekalahan jago pilihannya. Mereka lalu mempersiapkan diri untuk maju bertarung lagi pada Pilpres 2014. Pilpres 2014 adalah puncak ledakan dashyat gunung es yang benar-benar membahayakan integrasi Indonesia. Menurut Djuyoto dari informasi yang ia peroleh di seluruh penjuru Tanah-Air, indikasi karena gengsi kalah bersaing dalam Pilpres Indonesia lantas mengambil keputusan radikal dengan mendeklarasikan negara baru bukanlah sekedar omong kosong tapi akan terbukti. Pergolakan alam negeri ini seperti gunung es yang tampak tenang di permukaan namun setiap saat pasti meletus dengan dashyat.

Djuyoto Suntani menjelaskan, pada Pilpres 2014 bakal bermunculan figur dari berbagai daerah yang mulai berani bertarung memperebutkan kursi RI-1 untuk bersaing dengan tokoh nasional di Jakarta. Para tokoh daerah sudah dibekali modal setara dengan para tokoh nasional di Jakarta. Jika mereka kalah dalam Pilpres 2014, karena desakan massa pendukung, opsi lain adalah mendirikan negara baru, melepaskan diri dari Jakarta. Gonjang ganjing Indonesia sebagai bangsa akan mencapai titik didih terpanas pada Pilpres 2014. Jika kita tidak mampu mengendalikan keutuhan negeri ini, tahun 2015 Indonesia benar-benar pecah. Para Capres Indonesia 2014 yang gagal ramai-ramai akan pulang kampung untuk mendeklarasikan negara baru. Mereka merasa punya kemampuan, punya harga diri, punya uang, punya jaringan dan punya massa/rakyat pendukung. Perubahan dan pergolakan politik nasional pada tahun 2014 diperkirakan bisa lebih dashyat karena tidak ada lagi figur tokoh pemersatu yang dihormati dan diterima oleh seluruh bangsa.

Agar Indonesia tidak pecah, dia menyerukan seluruh elemen bangsa untuk bersatu dan bersatu. Dia berharap seluruh bangsa menyadari ancaman yang ada di depan mata dan kemudian saling bergandengan tangan bersatu untuk menyelesaikan semua permasalahan bangsa. Djuyoto bilang buku ini ditulis sebagai peringatan dini, sebagai salah satu wujud untuk berupaya menyelamatkan Indonesia dari ancaman kehancuran. Dengan adanya buku ini diharapkan semoga anak-anak bangsa mulai menyadari bahwa hantu Indonesia pecah sudah berada di depan mata. Kalau sudah paham, diharapkan mulai tumbuh kesadaran dari dalam hati lalu secara bersama-sama mengambil langkah untuk mencegah.

ke 17 negara itu antara lain.

  • Naggroe Atjeh Darrusallam : Banda Atjeh
  • Sumatra Utara : Medan
  • Sumatra Selatan : Lampung
  • Sunda Kecil : Jakarta
  • Jamar (Jawa Madura) : Surakarta
  • Yogyakarta : Yogyakarta
  • Kalimantan Barat : Pontianak
  • Kalimantan Timur : Samarinda
  • Ternate Tidore : Ternate
  • Sulawesi Selatan : Makassar
  • Sulawesi Utara : Manado
  • Nusa Tenggara : Mataram
  • Flobamora & Sumba: Kupang
  • Maluku Selatan : Ambon
  • Maluku Tenggara : Tual
  • Papua Barat : Jayapura
  • Negara Riau Merdeka

6 komentar:

kenapa ga ada kerajaan pasundan yang menggambarkan daerah bandung dan suku sunda???

Pertama, buku itu adalah penyesatan.

Kedua, istilah indonesia pertama kali digunakan oleh orang Inggris. Namanya George Samuel Windsor Earl. Dia menyebutnya Indu-nesians untuk menunjukkan kepulauan-kepulauan yang ada di lautan hindia meski kemudian lebih menyukai melayunesians. Seorang kolega Earl, James Logan kemudian memakainya sebagai Indonesia untuk menunjuk sebuah kesatuan geografi. Istilah itu baru terkenal setelah Adolf bastian seorang etnograf terkenal memakainya. Sebagai orang Jawa, Djuyoto harus berterima kasih sebenarnya karena sebelum itu, orang-orang yang ada di daerah jajahan belanda tidak pernah menganggap diri mereka satu. Masing-masing adalah orang Jawa, orang Sunda, Orang Batak, Orang Melayu, Orang Aceh, Orang Ambon. Seandainya waktu itu Belanda pergi, maka yang tinggal adalah negara Jawa, negara Sunda, negara Sulawesi, Negara Aceh, Negara dll.

Nama Nusantara adalah nama menurut Majapahit, yang orang Jawa suka bernostalgia sebagai jaman keemasan mereka. Jadi itu cocok untuk Djuyoto pastinya!

Nama Jakarta atau Jayakarta ataupun nama manapun tidak akan berhasil selama sistem politik yang ada dan jiwa bangsanya tidak beradaptasi. Orang-orang terus diindoktrinasi untuk selalu setia kepada simbol-simbol etnis dan agama yang membuat etnis/agama sebagai puncak segalanya dan bukan kemajuan semua orang sebagai bangsa. Itulah yang membuat kecewa orang Aceh, Maluku Selatan dan Papua.

Kalau anda pelajari bagaimana sejarah nama Indonesia dari sebuah sebutan untuk kesatuan geografi, etnografi hingga kemudian politik, anda akan tahu bahwa istilah itu dan immplikasinya banyak mendapat tekanan dari tokoh-tokoh bangsa awal karena ketakutannya akan hilangnya jati diri masing-masing etnis dan daerah. Dan Belanda, karena ketakutan mereka bahwa Bangsa Jawa akan menelan semua bangsa yang lain tanpa memberi mereka kesempatan.

Untuk kemajuan semua insan bangsa, menjadi banyak negara bukan masalah. Cita-cita negara ini didirikan adalah agara semua warga negara bisa maju dan bahagia. Ingat bung dalam cita-cita itu, bukan persatuannya yang penting tapi kemajuan dan kebahagiaan semua insan warganya. Apa guna bersatu jika yang maju yang itu-itu saja?

berarti tindak lanjutnya apa??apa sekedar wacana?

lebih tepatnya lagi,yahudi(amerika),eropa & sekutunya akan membutuhkan minyak bumi yg sangat besar,dengan pecahnya nusantara,maka laut indonesia menjadi laut internasional.maka amrik & sekutunya yg merupakan negara maju,pastilah akan mengekplorasi secara besar2an dengan menggunakan teknologi milik mereka.pemerintah korup,militer yg telah pudar nasionalisnya dikarenakan sistim penerimaan tentara yg harus nyogok,intelek2 baaangsa ini yg rela menjual negara dengan cara membuat organisasi yg pro asing semata_mata demi kucuran dana yg mereka masukan ke rekening pribadi......,yaaaaa Tuhan,lipatlah seluruh tanah negeri ini dengan segala bencana yg dahsyat,dan gantikanlah penghuni negri ini dengan penghuni2 yg membawa rahmat bagi alam semesta.....,amin yaaa tuhan-Ku

Djuyoto: "wooy, Indonesia bentar lagi pecah belah, hati-hatiii...!!"
Orang2: "terus kamu tau solusinya?"
Djuyoto: "ya, ganti nama Indonesia jadi nusantara!" **musik dramatis**

lol genius...

Djuyoto@Dia CUMA SAMPAH MASYARAKAT

Posting Komentar