Pemenang
Nobel Jerman Gunter Grass, yang sebelumnya menyebut Israel sebagai ancaman bagi
perdamaian dunia, kembali memicu kemarahan rezim Tel Aviv dengan puisi barunya
yang mengacu pada 'pembongkaran' nuklir Israel. Ia juga menilai Mordechai
Vanunu sebagai "pahlawan zaman kita."
Seperti
dilaporkan DPA, Sabtu (29/9), sebuah puisi yang ditulis penulis pria 84 tahun
itu dan yang paling terkenal di Jerman, diterbitkan dengan judul
'Eintagsfliegen' (Satu Detak Keajaiban). Dalam puisinya tersebut, Peraih nobel
asal Jerman ini menyatakan tindakan Vanunu sebagai "peran model."
Pada
1986, teknisi nuklir tersebut dijatuhi hukuman 18 tahun penjara karena
mengungkap rincian tentang program nuklir dan aktivitas militer Israel. Dia
membocorkan data ke Sunday Times Inggris, saat bekerja di fasilitas nuklir
Dimona Israel di gurun Negev di selatan Wilayah Pendudukan. Ia memberikan bukti
yang meyakinkan tentang aktivitas diam-diam Tel Aviv yang mengembangkan
persenjataan nuklir.
Pembangunan
fasilitas nuklir dimulai pada 1958, dan Israel diyakini telah memproduksi
puluhan hulu ledak nuklir sejak 1960-an. Mantan Presiden AS Jimmy Carter juga
mengatakan Tel Aviv memiliki antara 200 dan 300 hulu ledak nuklir.
Pada
April lalu, Grass menggunakan sebuah puisi, berjudul 'Was gesagt werden muss'
untuk menarik perhatian "kekuatan nuklir Israel" yang membahayakan
perdamaian. Ia juga mengecam kemunafikan Barat atas senjata nuklir Tel Aviv.
"Kenapa
saya bilang baru sekarang ... tenaga nuklir Israel membahayakan perdamaian
dunia yang sudah rapuh? Karena itu harus dikatakan yang mungkin sudah terlambat
untuk mengatakan besok," tulis Grass.
Penulis
itu juga menggunakan puisinya untuk mengekspresikan keprihatinan atas
konsekuensi potensial serangan Israel terhadap Iran.
0 komentar:
Posting Komentar