Oleh
Zaynur Ridwan
Seandainya
Cut Nya Dien masih ada, entah air mata apa yang akan dijatuhkan ke atas tanah
Aceh. Saudara-saudara kita di sana sejak 1970-an tidak pernah merasakan
kebahagiaan yang sama dengan apa yang telah dinikmati oleh propinsi lain di seluruh
Indonesia, akibat rekayasa politik pertikaian GAM dengan tentara-tentara
Soeharto, pembunuhan, pemerkosaan, hingga munculnya tsunami yang menghancurkan
tanah Aceh dan membunuh ratusan ribu rakyat tak berdosa.
Beberapa
waktu lalu seorang teman (Edy handoko) menanyakan soal HAARP kepada saya, dan
oleh pak Nahar diberi notesnya. Saya tertarik mengupas ini setelah menemukan
kembali video you tube Rosalie Bartell tentang chemtrails dan HAARP. Bartell
adalah penulis buku The Latest Weapon of War, sebagian catatannya saya kupas
dalam buku Novus Ordo Seclorum tentang chemtrails.
Ketika
pak Amien Rais menjelaskan bagaimana Freeport memantapkan cengkeramannya di
Papua dengan menguasai hak konsesi hampir seluruh wilayah pertambangan emas dan
tembaga, mengeruk kekayaan rakyat dan menyisakan 9.36% untuk pemerintah dan
hanya 1% untuk rakyat Papua, saya lalu bertanya-tanya “bila korporatokrasi
Amerika ini bisa menguasai wilayah paling timur Indonesia, maka kenapa mereka
tidak bisa menguasai wilayah paling barat?”
Kita
tentu tidak bicara tentang bagaimana pasir kuarsa Riau dijual di bawah US 2
permeter kubik kepada Singapura yang kemudian mengembangkan wilayahnya lalu
membangun apartemen di atas pasir-pasir itu dan menjualnya lagi kpd orang-orang
kaya Indonesia dengan harga di atas US 1000/meter. Kita juga tidak bicara
tentang Pulau Kalimantan, jagad rayanya mineral dan energi, pemilik salah satu
deposit karbon terbesar di dunia yang kekayaan tambangnya telah direguk habis
oleh Exxon, Chevron, Bumi dan perusahaan-perusahaan afiliasi zionis lainnya.
Pula, kita tidak bicara tentang ratusan ton emas yang dikeruk NHM di Maluku
Utara namun propinsinya disebut-sebut sbg salah satu propinsi paling tertinggal
di Indonesia. Kita tidak bicara tentang Wakatobi, pusat karang dunia terindah
yang mengalahkan Great Barrier Reef di Australia dan Blue Hole yang ajaib di
Belize, namun pemerintah bahkan tidak bisa menunjukkan di mana Kepulauan
Wakatobi di dalam peta.
Mari
sejenak kita tengok ke barat, Aceh, serambi mekah, salah satu pusat perdagangan
Islam dan jalur ‘sutera’ para pedagang India dan Arab, satu-satunya tempat di
mana syariat Islam ditegakkan. Apa yang dimiliki oleh Aceh?
Potensi
minyak hidrokarbon di timur laut Simeulue diperkirakan mencapai 320 miliar
barrel, jauh di atas cadangan minyak Arab Saudi yang hanya memiliki volume 264
miliar barrel. Selain itu terdapat potensi tenaga panas bumi di Jaboi, Sabang,
serta emas, tembaga, timah, kromium dan marmer di Pidie. Perut bumi Aceh juga
menyimpan tembaga alam seperti Native Cupper, Cu, Chalcopirit, Bornit, Chalcosit
Covellit dan biji tembaga berkadar tinggi lainnya.
Minyak
dan gas bumi adalah mantera paling ampuh untuk mendatangkan Pelacur Dunia
Amerika dan sekutu-sekutunya. Namun memasukkan kapal-kapal tanker ke Aceh tanpa
alasan yang jelas hanya akan mengundang kemarahan umat Islam. Karena itu
diperlukan sebuah efek yang besar yang dapat membenarkan masuknya
bantuan-bantuan asing yang tentu saja diboncengi kepentingan tertentu.
Sebagian
besar orang menganggap Tsunami Aceh adalah bencana alam murni, sebagian kecil
lainnya melihat “out of the box” bahwa tsunami adalah hasil rekayasa senjata
thermonuklir Amerika yang diujicobakan. Salah satu dari mereka, M.Dzikron AM,
dosen Fak Teknik Unisba menjelaskan hipotesa tentang hal ini,
1.
NOAA, National Oceanic and Atmospheric Administration, beberapa kali merubah
data magnitudo dan posisi episentrum gempa, serta kejanggalan tidak adanya
peringatan pada ‘seismograf’ di Indonesia dan India. Secara sederhana, gempa
selalu dipicu oleh apa yang disebut frekuensi elektromagnetik pada 0,5 atau 12
Hertz, dan bukan merupakan sebuah proses yang terjadi secara mendadak spt
tsunami di Aceh.
2.
Sebagian besar mayat yang ditemukan terbujur kaku dengan kulit berwarna hitam
pekat, kematian akibat tenggelam tidak akan mengubah warna kulit sedemikian
cepat dan sedemikian hitam, sebaliknya mayat-mayat hitam juga nampak pasca
dijatuhkannya bom atom di Hiroshima dan Nagasaki.
3.
Kapal-kapal perang Amerika berdatangan dengan cepat dan bertahan di Aceh selama
beberapa bulan bukan sekedar memasukkan bantuan namun juga mengawasi wilayah
laut agar peneliti Indonesia tidak turun ke sana.
4.
Ditemukan sampah nuklir 2 bulan pasca tsunami di wilayah Somalia yang kemudian
diungkap UNEP, yang diduga berasal dari Samudera Hindia.
Jenis
senjata HAARP yang digunakan diperkirakan disebut Warhead Thermonuklir W-53
dengan kekuatan 9 megaton ternyata dapat dengan mudah ditempatkan dalam wadah
yang mirip diving chamber (alat selam dalam) yang biasanya digunakan dalam
eksploitasi minyak. Wadah ini sekaligus melindunginya dari tekanan sebesar
10.000 pon per inchi persegi di dasar palung laut dalam. Bobot total dengan
wadahnya kurang dari lima ton, sehingga dapat dijatuhkan dari buritan kapal
suplai anjungan pengeboran minyak lepas pantai. Metode teknologinya disebut
SCALAR, yang menggunakan gelombang elektromagnetik untuk memanipulasi kekuatan
alam.
Teknologi
perusak berbasis gelombang elektromagnetik pertama kali dikenalkan saintis
Rusia Nikola Tesla Saintis ini menjadikan bencana gempa di berbagai negara pada
1937 sebagai sampel penelitian. Selanjutnya, Tesla melakukan penelitian
mengenai penciptaan alat yang mampu memunculkan gelombang frekuensi tinggi yang
bisa memicu badai dan gempa tektonik. Setelah melalui berbagai penyempurnaan,
alat itu mampu mengalahkan kekuatan Nuklir. Belakangan senjata pemusnah massal
itu dikenal sebagai elektromangnetik SCALAR. Anehnya, rancangan Tesla ini
kemudian hilang tak berbekas setelah ia meninggal dan muncul kembali dalam
program HAARP, padahal ketika pertama kali ditawarkan kepada Pentagon,
rancangan Tesla ini ditolak mentah-mentah.
Menurut
Bertell, AS sudah melakukan uji coba sejak puluhan tahun lalu. Negeri Paman Sam
menggunakan Barium dan Lithium yang “dikirim” ke lapisan ozon dengan bantuan
gelombang elektromagnetik ke langit negara-negara asia. Teori Bertell didukung
Michel Chossudovsky yang berprofesi sebagai analis persenjataan global.
Chossudovsky menuduh Pentagon sudah lama membuat senjata untuk memanipulasi
cuaca. April 1997, menurut Menhan William Cohen, AS terpaksa menghadapi
serangan senjata perubah cuaca dengan senjata sejenis. Demikian juga dengan
penggunaan gelombang elektromagnetik pemicu gempa dan tsunami.
Apa
yang dijelaskan Bartell dan Chossudovsky sebenarnya berada di luar nalar logika
kita, sehingga kita lebih percaya bahwa sebuah tsunami terlalu musykil dibuat
dan dirancang oleh manusia. Namun bila kita memikirkan isu apa yang saat ini
digadang-gadang oleh Amerika dan sekutunya, khususnya mereka yang terlibat
dalam manipulasi Pemanasan Global, maka senjata HAARP bukan lagi cerita fantasy
Hollywood, seperti orang-orang di seluruh dunia yang sebelumnya tidak pernah
percaya pada Bom Atom yang dijatuhkan Enola Gay ternyata hasil rekayasa
teknologi nuklir yang pada masa itu dianggap begitu canggih.
0 komentar:
Posting Komentar