Dia tidak ambil banyak ancang-ancang. Hanya beberapa langkah ke belakang. Lalu bola yang disepak kaki kanannya meluncur dan berbelok ke pojok kanan gawang. Julio Cesar, kiper Corinthians, tak bisa menahan laju bola itu. Ribuan penonton bersorak gembira. Rogerio Ceni, si pencetak gol, merayakan kegembiraannya dengan membuka lalu mengibas-ngibaskan kausnya. Kartu kuning dari wasit ganjarannya. Namun dia tidak peduli.
Rogerio Ceni |
Kegembiraan melumatkan segalanya. Gol yang dicetak pada 27 Maret lalu itu membuat Ceni amat istimewa. Rekornya fantastis: inilah gol keseratus sepanjang karirnya selama 21 tahun di lapangan hijau! Sebanyak 53 gol dibuat dari tendangan bebas. Sisanya dari penalti.
Itu sebuah pencapaian luar biasa karena dia adalah seorang kiper--posisi dalam sepak bola yang tugasnya menjaga gawang agar tidak kebobolan. Bagi Ceni, ini adalah tonggak karirnya yang kedua.
Sebelumnya, 20 Agustus 2006, 2 gol yang dibuat saat melawan Cruzeiro menjadikannya kiper paling subur di dunia. Dengan 64 gol, atau 2 gol lebih banyak, dia mematahkan rekor kiper paling "mematikan" sebelumnya, Jose Luis Chilavert, asal Paraguay.
Namun kiper aneh bukanlah mereka berdua. Di daratan Amerika Latin, masih ada lagi nama seperti Rene Higuita dari Kolombia dan Jorge Campos, kiper mungil asal Meksiko. Mereka berempat memiliki kebiasaan nyeleneh, penjaga gawang sekaligus pembobol gawang lawan alias pencetak gol.
Di Amerika Latin, sepak bola bukanlah semata olahraga, tapi sudah menjadi gaya hidup, bahkan mungkin "ideologi". Alex Bellos dalam bukunya, Futebol: Brazilian Way of Life, menggambarkan, apa pun akan dilakukan masyarakat di sana untuk sepak bola. Bahkan ada ayah yang membawa anaknya ke dukun agar menjadi pemain hebat.
Apa pun mereka lakukan agar bisa unjuk gigi sebagai pemain bola. Begitu juga dengan penjaga gawang, yang jarang mendapat kesempatan menjadi bintang. Mereka berupaya masuk menjadi pemain bintang. Caranya? Ya, bikin gol.
Inilah juga yang membedakan mereka dengan kiper-kiper Eropa, yang lebih berdisiplin berada di bawah mistar gawang. Kalaupun harus maju, biasanya di saat-saat akhir pertandingan ketika tim mereka ketinggalan, seperti yang kerap dilakukan Peter Schmeichel, kiper Denmark yang bermain di Manchester United, Inggris. Dia maju untuk ikut menyundul saat rekan setimnya melakukan sepak pojok. Beberapa kali usahanya berhasil.
Gol Ke-Seratus Rogerio Ceni |
Aksi kiper abnormal ini jelas memberikan tontonan seru. Penjaga gawang, yang oleh Albert Camus--novelis dan filsuf yang juga pernah menjadi pemain sepak bola--disebut sebagai pemain yang paling kesepian, berubah menjadi salah satu aktor yang gemerlap dengan popularitas.
Arrigo Sacchi, pelatih Italia yang punya paham anti-catenaccio--pantang bertahan--suatu ketika menganggap kiper jenis ini dibutuhkan dalam permainan sepak bola modern. Dia memang penganut sepak bola menyerang.
Namun, ketimbang mengiyakan, lebih banyak yang tidak setuju. Luis Cesar Menotti salah satunya. Manajer yang membawa Argentina menjadi juara dunia pada 1978 ini sebal sekali dengan gaya bermain seperti itu. "Sesekali oke saja bermain seperti itu, tapi sangat tidak baik bagi kiper bila bermain terlalu jauh," katanya. Risikonya, gawang melompong ketika tim lawan menyerang balik.
Rene Higuita, kiper Kolombia, pernah merasa menjadi orang paling tolol sedunia. Pada Piala Dunia 1990 di Italia, dia melakukan blunder. Saat berada di tengah lapangan, tiba-tiba dia menyepak bola dengan ngawur.
Bola pun menggelosor ke Roger Milla, pemain veteran Kamerun yang menjadi lawannya. Bukan perkara sulit bagi Milla--pernah bermain di Liga Indonesia--untuk mengoyak gawang yang sudah tak bertuan. "Saya melakukan kesalahan besar," hanya itu yang keluar dari mulut Higuita.
Nah, saat banyak dicerca, kenapa Ceni bisa bertahan dengan gayanya itu? Soal karisma, tentu saja. Bagaimana pun, Ceni, yang paling senior di tim dan menjabat sebagai kapten, menjadi sosok yang menonjol. Pelatih pun selalu memberikan kepercayaan kepadanya untuk mengeksekusi penalti atau tendangan bebas.
Namun, jelas keahlian itu tidak datang begitu saja. Hal ini bermula saat pelatihnya ingin klubnya bisa mencetak gol sebanyak-banyaknya. "Saya pun mulai berlatih sendirian tanpa perlu meminta izin dari siapa pun," ujarnya.
Dalam sebuah pertandingan pada 1997, tiba-tiba dia mendapat perintah dari pelatih di pinggir lapangan agar menyerang. "Saya berhasil melewati pemain belakang dan hampir saja membuat gol," katanya. Tak lama kemudian, dia benar-benar membuat gol. Sejak itulah dia terobsesi mencetak gol. Pada musim kompetisi 2005, dia teramat subur. Dalam pertandingan di berbagai kompetisi, dia mencetak 21 gol.
Hidup Ceni mengalir begitu saja. Terjun ke lapangan hijau juga nyaris kebetulan. Saat remaja, dia bekerja di sebuah bank lokal. Layaknya orang Brasil kebanyakan, laki-laki kelahiran 22 Januari 1973 ini gemar bermain sepak bola. Nah, suatu hari, bosnya yang biasa menjaga gawang berhalangan. Dia pun diminta menggantikan si bos.
Ternyata dia dianggap berbakat. Sejak itu, dia menjadi kiper. Peruntungan memeluknya saat dia lulus bergabung di klub lokal, yang kemudian mengantarkannya direkrut menjadi kiper Sao Paulo. Saat itu, gawangnya sulit dibobol. Satu-satunya pemain yang bisa menaklukkannya adalah Leonardo, bintang Brasil yang kini melatih Inter Milan, Italia.
Karirnya pun melejit. Setelah 3 tahun berada di bangku cadangan, dia menjadi kiper inti Sao Paulo, sampai sekarang. Banyak prestasi yang dia sumbangkan: menjadi juara Brasil, lalu Piala Libertadores, bahkan Piala FIFA atau kejuaraan dunia antarklub.
Meski begitu, kemampuannya dianggap masih di bawah kiper Brasil lainnya. Dia hanya sempat menjadi kiper ketiga tim Brasil saat menjadi juara di Piala Dunia Jepang dan Korea pada 2002, lalu naik pangkat menjadi kiper kedua di Piala Dunia 2006. Namun, jarang sekali dia diturunkan.
Dunga, pelatih Brasil di Piala Dunia 2010, pun sama sekali tak meliriknya. Bagi Dunga, kemampuan Ceni masih di bawah kiper-kiper lain yang dimiliki Brasil. Praktis, dia kurang laku. Sepanjang karirnya, total dia membela Brasil sebanyak 17 kali.
Namun Ceni sudah tidak peduli lagi dengan bermain di tim nasional. Bermain di klub yang memiliki 16 juta pendukung menjadi perhatian utamanya. "Saya hanya ingin bermain lebih banyak untuk klub saya, mencetak gol lebih banyak lagi, dan memberi gelar lebih banyak lagi," katanya.
Dia pun beroleh penghargaan dan penghormatan dari pendukungnya. Ceni dianggap sebagai pahlawan yang mampu mengangkat klub itu dari keterpurukan--hampir sepuluh tahun tanpa gelar. Dia juga dianggap layak menjabat presiden klub di masa mendatang. Untuk yang satu ini, seratus gol yang dibuatnya menjadi modal yang bagus.
Sumber : http://asaborneo.blogspot.com/2011/04/kisah-sang-kiper-luar-biasa.html
0 komentar:
Posting Komentar